Thursday, November 27, 2008

Agama Buddha dan Islam di Mataku

Dalam agama Buddha nilai hidup yang untuk pertama kali saya ketahui adalah kebijaksanaan. Ajaran agama Buddha berisi nilai-nilai yang universal, yang berarti dapat diterima oleh siapa pun karena ajaran ini dapat dijelaskan secara logika. Pada saat saya belum mengenal sesungguhnya kebijaksanaan agama Buddha, saya dihadapkan dengan berbagai persoalan hidup, baik di sekolah maupun di rumah. Waktu itu saya tidak dapat menentukan cara menyelesaikan persoalan tersebut. Saya tidak dapat berpikir secara bijaksana karena pengenalanku dengan kebijaksanaan belum ditakdirkan. Persoalan-persoalan itu terus saja mengikutiku bagaikan bayangan. Saya tidak tahu kenapa bayangan itu selalu mengikuti langkah-langkahku. Suatu hari sebelum menuju ke Vihara, pikiran saya diliputi dengan kekhawatiran mengenai suatu masalah, saat itu saya berharap ada nasehat yang tepat untuk menyelesaikan masalahku. Sesampainya di Vihara, secara kebetulan yang berdhammadesanna (memberikan ajaran dhamma) adalah seorang Bhikkhu (Bhante / Biksu). Beliau berceramah tentang seorang umat Buddhis yang bijaksana. Tidak tahu kenapa uraian-uraian dhamma beliau membuat saya seperti terbangun dari tidur yang panjang. Saat itulah saya mulai memahami arti kebijaksanaan.
Kebijaksanaan bagi saya sendiri, sulit untuk dijabarkan dalam bentuk definisi. Namun yang terpenting, saya dapat mempraktekkan kebijaksanaan itu. Seperti pada bulan Juli 2008, saya kehilangan harta yang paling berharga dalam hidup saya, seorang Mama. Saya tahu ini adalah takdir, tetapi kenapa beliau harus pergi sebelum melihat anaknya ini dapat membanggakannya. Hal inilah yang akan menjadi penyesalan seumur hidupku. Kesedihan yang amat sakit ini sempat membuat saya terasa menjadi orang yang hilang arah, tidak tahu hendak memacu ke arah yang mana. Akan tetapi, tiba-tiba saya teringat akan kata “Kebijaksanaan.” Saya kembali merasa seperti terbangun dari tidur panjang, mencoba mengingat setiap ucapan Bhikkhu dan akhirnya dengan kebijaksanaan, saya akan hidup lebih baik. Dengan kebijaksanaan, saya dapat memutuskan arah mana yang harus di tuju dan arah itu adalah arah untuk tetap bersemangat menjalankan hidup, meskipun tanpa seorang Mama. Dengan kebijaksanaan jugalah, saya dapat memutuskan akan terus membanggakan Mama dengan menjadi anak yang selalu berbakti dan berdoa untuk kebahagiaan Mama di alam Nibbana atau di alam yang lebih baik.
Keikhlasan, nilai hidup yang pertama kali saya ketahui ketika mengikuti pelajaran agama Islam kelas 2 SD. Waktu itu, seorang guru agama Islam menanyakan satu pertanyaan yang saya sendiri lupa apa pertanyaan tersebut, tetapi yang pasti pertanyaan itu tidak ada yang menjawabnya untuk beberapa saat, kemudian guru itu pun kembali memberi kesempatan kepada para siswa untuk menjawab pertanyaannya. Meskipun saya bukan beragama Islam, tetapi entah kenapa saya rasa tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini, saya pun menjawab pertanyaan tersebut dengan menyebut kata “ikhlas.” Tidak disangka-sangka guru itu mengatakan jawaban saya tepat. Sejak itu, saya selalu mengingat peristiwa itu bukan karena saya bisa menjawab pertanyaan guruku, tetapi saya ingin tahu dan memahami lebih jauh kata yang saya ucapkan.
Saya tidak mengerti apa itu ilmu ikhlas dalam agama Islam, tetapi saya pernah mendengar dari seorang Muslim berkata bahwa keikhlasan kita akan membuahkan hikmat yang tiada terkira. Tidak bisa dipungkiri bahwa saya mengetahui kata “Ikhlas” dari agama Islam. Keikhlasan terbesar yang saya praktekkan adalah mengikhlaskan kepergian Mama. Saya yakin keikhlasan ini akan membuahkan hikmat seperti yang dikatakan oleh Muslim itu karena pernyataan ini juga senada dengan ajaran agama Buddha, agama yang saya anut.Saya sangat senang bisa bersekolah di sekolah negeri dari SD hingga sekarang dan senang bisa berteman dengan teman-teman yang berbeda-beda agama karena hal itulah yang membuat saya lebih menghormati sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Kebijaksanaan ada dalam agama Islam, sebaliknya keikhlasan juga ada dalam agama Buddha. Menurut saya, nilai hidup kebijaksanaan dan keikhlasan inilah yang menjadi persamaan kedua agama tersebut.
Saya mengagumi kebijaksanaan dalam agama Buddha, agamaku.
Saya mengagumi keikhlasan dalam agama Islam.

2 comments:

Suci Rahayu said...

kelahiran dan kematian adalah suatu takdir kehidupan. bijaksana dalam menyikapi hidup, iklas dalam menjalani kehidupan dalam suka dan duka.

pisang lempeng said...

sebelumnya saya permisi dahulu untuk menulis komentar di blog non julia,

membaca tulisan non julia, saya dapat merasakan kesedihan non julia yang telah di tinggal seorang yang sangat berarti bagi non julia, yaitu mama.

ketika kita menjalani kehidupan, sulit bagi kita untuk menghindari banyak hal yang menyebabkan penyesalan, kesedihan dan kekecewaan.

kita mungkin tidak memiliki kekuatan untuk mengubah hal ini, tetapi apa yang dapat kita ubah adalah sikap bagaimana kita menghadapinya.

kita harus mampu dengan tepat menghadapi kesedihan-kesedihan dalam hidup kita dan sesegera mungkin menerimanya....

terkadang meratapi nasib dan terus menerus mempertanyakan, hanya akan menambah perihnya kesedihan kita.

kita harus melakukan segala hal yang mungkin untuk memperbaiki kesedihan ini dengan mengerjakan hal-hal yang dapat kita kerjakan.

sebuah kesedihan yang berlarut-larut dapat membuat segala sesuatu keluar dari proporsinya, apakah hasilnya????

seperti kata sebuah puisi,
"bila kita menangis ketika kehilangan mentari, kita juga akan kehilangan bintang-bintang".

ini saja komentar saya yang telah cukup lancang, dan sekiranya mohon maaf jika ada kata-kata yang menyinggung hati non julia.

salam damai selalu di hatimu
pisang_lempeng

ps: jika non julia ada uneg-uneg yang mau di ceritakan, non julia bisa menulisnya dalam forum ini:
http://www.tebarnasi.com/index.php
di kolom jendela hati, disana nanti ada teman teman yang berbagi semangat dan cerita, terima kasih